Oleh: Adisra Ahmad, Ketua DPD Hidayatullah Bukittinggi
“Jika pemimpin diam saat kemungkaran terjadi, maka ia telah kehilangan makna amanahnya.”
— Renungan dari pesan Rasulullah saw
Kebakaran yang terjadi di sebuah gudang penimbunan BBM ilegal di Kota Bukittinggi beberapa waktu lalu, seharusnya menjadi alarm serius bagi kita semua—terutama para pemuda, pelajar, dan mahasiswa yang masih menyimpan harapan akan masa depan negeri ini.
Apakah kita akan terus diam saat hukum terasa tidak tegas? Apakah kita akan tetap tenang saat kejahatan ekonomi berlangsung di hadapan mata kita, seolah-olah tidak ada yang bisa menyentuhnya?
Keteladanan Publik yang Retak
Pemuda hari ini bukan hanya butuh ruang berkarya, tapi juga contoh dari orang-orang yang seharusnya menjadi panutan. Ketika hukum tidak ditegakkan, ketika kezaliman dibiarkan tanpa sikap, maka generasi muda pun akan bertanya: “Untuk apa kami belajar tentang kejujuran dan integritas, jika di luar sana kebusukan dipelihara?”
Sebagaimana sabda Nabi Muhammad ï·º:
“Barang siapa di antara kalian melihat kemungkaran, maka hendaklah ia mengubah dengan tangannya. Jika tidak mampu, maka dengan lisannya. Jika tidak mampu juga, maka dengan hatinya, dan itulah selemah-lemahnya iman.”
— HR. Muslim
Kita sebagai anak muda tidak boleh hanya menjadi penonton. Kita tidak bisa menunggu sempurna untuk menyuarakan kebenaran. Bahkan jika suara kita kecil, sampaikanlah.
Jangan Biarkan Bangsa Ini Kehilangan Arah Moral
Kasus-kasus seperti BBM ilegal ini bukan hanya kejahatan terhadap undang-undang, tapi juga terhadap tatanan etika sosial dan moralitas publik. Bayangkan jika kebiasaan membiarkan kebusukan ini diturunkan kepada generasi kita: negeri ini akan tumbuh menjadi besar dalam tubuh, tapi lumpuh dalam jiwa.
Islam mengajarkan bahwa amanah dan tanggung jawab adalah pilar kepemimpinan. Dalam Al-Qur’an, Allah SWT berfirman:
“Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya dan apabila kamu menetapkan hukum di antara manusia supaya kamu menetapkan dengan adil.”
— QS. An-Nisa: 58
Ini bukan sekadar ayat yang dibaca saat khutbah, tapi harusnya menjadi pedoman nyata dalam kehidupan bernegara.
Kembali ke Ruh Dakwah dan Peradaban
Generasi muda muslim hari ini punya tantangan ganda: menjaga idealisme sekaligus bertahan di tengah derasnya arus pragmatisme. Kita perlu kembali meneguhkan jati diri kita sebagai penerus dakwah, bukan hanya di masjid dan majelis, tapi juga di jalanan, di ruang publik, dan di pusaran isu-isu kemasyarakatan.
Mari kita lahirkan kembali semangat amar ma’ruf nahi munkar, dengan tetap mengedepankan akhlak, ilmu, dan keteladanan. Kita tidak anti kekuasaan, tapi kita berdiri menjaga agar kekuasaan tetap tunduk pada nilai dan nurani.
Karena kelak, sejarah akan mencatat: siapa yang membiarkan kebusukan, dan siapa yang berani berdiri di pihak yang benar — walau sendirian.
0 Komentar